SERBA SERBI

apa saja

Friday, March 14, 2008

Cuap-cuap: "Salut Untuk pencipta harga tanaman hias"


Untuk sebuah Aglonema ada orang yang mau merogoh kocek hingga ratusan ribu bahkan lebih per daun? Anthurium bisa seharga puluhan juta? Padahal apaan sih, itu kan cuma tanaman, memang bagus, indah, segar, dan menikmatinya (mungkin) bisa me-refresh pikiran. Tapi apa iya harganya sebanding? Bukan bermaksud mengejek para penggemar tanaman hias sih. Kita memang nggak tahu apa yang membuat harga2 tanaman hias itu selangit. Fokus Saya kalo ini bukan pada logis nggak logisnya harga tanaman itu, tapi lebih cenderung ingin memberikan ucapan salut pada para pebisnis tanaman hias yang mampu membuat image yang begitu hebat pada "daun2" itu, hingga tercipta harga yang gila2an. Hebat, hebat....strategi pemasaran yang hebat. Lebih salut lagi jika mereka bisa mempertahankan harga itu, pasti akan menambah peluang penghasilan bagi orang Indonesia. Jangan hanya harga melangit saat trend saja, tapi saat titik jenuh harga jadi anjlok dan tanaman2 hias yang saat ini jadi idola itu hanya menjadi serumpunan daun yang tak ada harganya. (pic from tropiccalfloradotcom)

Cuap2 : MLM Vs Mental Tempe Orang Indonesia

Terus terang bisnis/sistem MLM (Multi Level Marketing), jika murni, sangat ideal untuk Indonesia yang padat penduduknya. Namun kenapa pergerakannya lambat? Bahkan seorang distributor/member MLM sangat sulit merekrut distributor baru yang betul2 serius, paling tidak seperti dia.
Pdahal bayangkan saja jika semua produk dipasarkan dengan sistem MLM. Berapa banyak biaya pemasaran yang bisa dipangkas, dan lagi begitu banyak rakyat Indonesia yang dapat terbantu ekonominya dengan menikmati keuntungan sebagai distributor dari barang/produk atau pendapatan jaringan.
Lambatnya pertumbuhan bisnis MLM di Indonesia mungkin disebabkan "mental"rakyat Indonesia yang belum sadar untuk itu. Jika di rinci mungkin begitu banyak penyebab lambatnya/gagalnya perkembangan MLM di Indonesia terutama jika dikaitkan dengan mental rakyat Indonesia yang sebagian besar masih "lembek":

- Orang Indonesia terlalu cepat puas atas apa yang didapatnya.
- Pemahaman, kesadaran, dan kepercayaan ber-MLM di Indonesia masih sangat rendah, ditambah lagi dengan adanya penipuan2 berkedok MLM yang membuat MLM dianggap negatif/dicurigai.
- Orang Indonesia masih cenderung menyukai barang murah tanpa membandingkan dengan mutunya. Sehingga saat ditawarkan produk2 dari MLM merasa itu terlalu mahal. Padahal Kalau mau berpikir jeli, produk2 itu lebih bermutu dan lebih ekonomis dari barang murah/mahal yang selama ini ia pakai.
- Rasa gengsi yang besar jika terlibat dalam bisnis MLM.
- Mental dilayani lebih besar daripada keinginan untuk melayani.
- Rasa malu/minder saat ditolak, diejek saat mengajak rekan lain untuk bergabung.
- Trauma terhadap kegagalan2 yang pernah dialami.
- Mental Instan. Keinginan untuk mendapat hasil yang besar dengan cara yang mudah/cepat, membuat harapan yang terlalu banyak hingga saat menemui kebuntuan cepat menyerah dan bosan. Mental ini pula yang membuat mereka gampang tertipu oleh kejahatan2 berkedok MLM.
- Distributor yang terlalu bernapsu untuk mendapatkan prospek/anggota baru sehingga cara2 mereka merekrut terkesan membuat risih, bahkan mengganggu privacy orang lain.
- Orang Indonesia kadang merasa sudah pintar dan pandai sehingga jengah jika di ajak dengan cara yang biasa di lakukan distributor/perusahaan MLM selama ini, yang sering membuat presentasi/seminar yang membuat situasi seolah2 member adalah anak TK yang suka di ajak meneriakkan yel2 perusahaan, bahkan terkesan diajari.

dan masih banyak berbagai alasan yang membuat orang Indonesia enggan bergabung dalam bisnis MLM. Harapannya sih semoga tiap orang Indonesia sadar dan terbuka pikirannya akan bagusnya sistem bisnis MLM ini. Untuk mewujudkan itu semua mungkin perlu proses yang lumayan panjang. Semua perlu ber-introspeksi. Bagi perusahaan MLM sudahkah mengevaluasi sistem mereka atau membuat survey tentang kondisi mental dan budaya rakyat Indonesia? hingga di ketemukan cara mengajak yang paling efektif dan efisien.
Buat orang Indonesia sendiri mungkin sudah saatnya membuka mindset dan kesadaran ber MLM dengan rileks dan optimis. Mungkin suatu saat harus diciptakan suatu pendekatan/metode yang ada bukan perusahaan/distributor yang harus berjibaku mencari anggota baru, namun justru calon member lah yang mencari- cari dan antri untuk ikut bergabung dalam perusahaan MLM. Bisa?

Tuesday, March 4, 2008

Cuap2 : "Tambun", dilecehkan tapi tetap padat penghuni

Memang diakui bahwa selama ini pandangan orang tentang daerah Tambun, Bekasi cenderung sebelah mata. Bahkan mereka yang tinggal di sana kadang merasa malu/minder mengakui bahwa mereka tinggal di daerah itu.
Kenapa Sih? karena yang muncul di benak orang saat mendengar kata Tambun adalah daerah macet, kumuh, primitif, Kampungan/ndeso, banyak preman, banjir, jalan rusak dll. Padahal kalau mau mengakui juga, disamping perbaikan jalan yang mulai di lakukan, apa sih yang nggak ada di Tambun? Hampir semua ada lho. Dari Tol, stasiun, Mall/plasa, Bengkel Besar, Rumah Sakit dll, hampir semuanya ada lho. Tapi kenapa ya kesan semrawut dan kumuh belum bisa hilang? Terutama di sepanjang rel KA pasar Tambun. Angkotnya keterlaluan/kampungan, ngetem sembarangan dan membahayakan. Kalo nggak salah denger malah ada sopir angkot yang di tembak aparat karena ngetem sembarangan, terus dikasih tahu ngeyel. Nah itu mungkin yang membuat kesan Tambun nggak nyaman.
Mungkin ini PR buat Pem.Kab.Bekasi agar wilayah yang kalo nggak salah ditempati 30% warga bekasi ini (katanya nggak nyaman? tapi kok banyak yang tinggal disitu?) dapat berubah menjadi tempat yang rapi, asri, nyaman, dan aman untuk bermukim, suapaya yang tinggal di Tambun tidak malu/minder lagi mengakui dimana dia tinggal.